Pelajaran dari Sebuah Jam




Seorang pembuat jam berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. “Hai jam, sanggupkah kamu berdetak 31.104.000 kali selama setahun?” “Ha?! Sebanyak itukah?!” kata jam terperanjat, “Aku tidak akan sanggup!”
“Ya sudah, bagaimana kalau 86.400 kali saja dalam sehari?”
“Delapan puluh ribu empat ratus kali?! Dengan jarum yang ramping seperti ini?! Tidak, sepertinya aku tidak sanggup,” jawab jam penuh keraguan.
“Baik, bagaimana jika 3.600 kali dalam satu jam?”
“Dalam satu jam berdetak 3.600 kali? Tampaknya masih terlalu banyak bagiku.” Jam bertambah ragu dengan kemampuannya.
Dengan penuh kesabaran, tukang jam itu kembali berkata, “Baiklah kalau begitu, sebagai penawaran terakhir, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?”
“Jika berdetak satu kali setiap detik, aku pasti sanggup!” Kata jam dengan penuh antusias. Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik.
Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31.104.000 kali dalam setahun, yang juga setara dengan berdetak 86.400 kali dalam sehari, yang setara pula dengan berdetak 3.600 kali dalam satu jam.
[Sumber: Email dari kawan saya, dengan editing dan perubahan.]

Pesan dari kisah tersebut:

Kita sering meragukan dan underestimated terhadap kemampuan diri sendiri untuk mencapai goal, pekerjaan, dan cita-cita yang tampak sangat besar. Kita lantas menggangapnya sebagai hal sangat berat yang tidak mungkin dapat kita angkat. Namun sebenarnya apabila hal yang dianggap besar tersebut kita perkecil dan perkecil lagi, lantas kemudian kita realisasikan hal-hal kecil tersebut secara konsisten serta kontinu, niscaya hal besar yang semula kita anggap tidak mungkin tercapai itu akan terealisasikan.
Intinya, hal besar akan tercapai dengan konsistensi dan kontinuitas, atau dengan istilah lain yang sering digunakan masyarakat: istiqamah! Tentu melekatkan konsistensi dan kontinuitas kepada diri sendiri itu bukan hal yang mudah, karena akan menimbulkan kelelahan yang sangat.
Al-Mutanabbi berkata dalam syairnya yang masyhur,
وَإِذَا كَانَت النُّفُوْسُ كِبَارًا
        تَعِبَتْ فِي مُرَادِهَا الْأَجْسَامُ
Dan sekiranya jiwa itu besar,
        tentulah jasad itu akan letih dalam menggapai maksudnya. [Khizānah al-Adab I/251.]
Ingat, seribu langkah tidak akan ada tanpa adanya satu langkah pertama. Garis panjang hanyalah merupakan kumpulan dari titik-titik.

 ****




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_aU40LUevNna_gq6TljGi3wU2_WWWHp8QcWLQF32yW-OYi_cvoI_ue8vv5oJdkMUME3_C4w7e0Jvw2Cop5iJeV1kAvTxrmmqrFG3hQwG5fN45pnGCiqGjSkqp6ERJvJFt7VUNenK51R4/s200/398359_10151251583975180_1125809786_n.jpg
Hati adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak, rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya dan wajib.

Tentang perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara, "bergaul dengan banyak kalangan (baik dan buruk), angan-angan kosong, bergantung kepada selain Allah, kekenyangan dan banyak tidur."

Bergaul dengan banyak kalangan

Pergaulan adalah perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Pergaulan yang salah akan menimbulkan masalah. Teman-teman yang buruk lambat laun akan menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang negatif.

Dalam tataran riel, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan kehidupannya gara-gara pergaulan. Biasanya out put semacam ini, karena motivasi bergaulnya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat, banyak yang menyesal berat karena salah pergaulan. Allah berfirman:

"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata, "Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan: 27-29).

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67).

"Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka, dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong." (Al-Ankabut: 25).

Inilah pergaulan yang didasari oleh kesamaan tujuan duniawi. Mereka saling mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diingini. Jika telah lenyap kepentingan tersebut, maka pertemanan itu akan melahirkan duka dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan melaknat.

Karena itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul hendaknya ukuran yang dipakai adalah kebaikan. Lebih tinggi lagi tingkatannya jika motivasi pertemanan itu untuk mendapatkan kecintaan dan ridha Allah.

Larut dalam angan-angan kosong

Angan-angan kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya, khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang sedang mempermainkan bangkai.

Angan-angan kosong adalah kebiasaan orang yang berjiwa kerdil dan rendah. Masing-masing sesuai dengan yang diangankannya. Ada yang mengangankan menjadi raja atau ratu, ada yang ingin keliling dunia, ada yang ingin mendapatkan harta kekayaan melimpah, atau isteri yang cantik jelita. Tapi itu hanya angan-angan belaka.

Adapun orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang bercita-cita terhadap kebaikan.

Bergantung kepada selain Allah

Ini adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah.

Jika seseorang bertawakkal kepada selain Allah, maka Allah akan menyerahkan urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia bergantung kepadanya. Allah berfirman, artinya:

"Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82)

"Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin: 74-75)

Maka orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba. Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang hina dan nista. Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." (Al-Isra": 22)

Terkadang keadaan sebagian manusia tertindas tapi terpuji, seperti mereka yang dipaksa dengan kebatilan. Sebagian lagi terkadang tercela tapi menang, seperti mereka yang berkuasa secara batil. Sebagian lagi terpuji dan menang, seperti mereka yang berkuasa dan berada dalam kebenaran. Adapun orang yang bergantung kepada selain Allah (musyrik) maka dia mendapatkan keadaan yang paling buruk dari empat keadaan manusia, yakni tidak terpuji dan tidak ada yang menolong.

Makanan

Makanan perusak ada dua macam.

Pertama, merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina.

Kedua, merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa berat dan karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi.

Dalam sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albani).

Kebanyakan tidur

Banyak tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang berbahaya dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat adalah tidur saat sangat dibutuhkan.

Segera tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.

Di antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan terbitnya matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena itu, meskipun para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan dibagi-bagikannya rizki, saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah masa yang strategis dan sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya, tidur pada waktu itu hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa.

Secara umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya. Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari, setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul Shallallahu "alaihi wa sallam .
_____________

(Disadur dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah)



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqFzv0Wsd5osHXajikQRUvX53fYbyJqWWYzW6ynalqPekHSayi_CPwlDvu9sC8RPujlQrwpSa-l8OMkY3DkYyZ6Xcl2KpE6uZlKWij0AFpiEpde6YqzipEKB69t-t-qr4IhhGteGJB5yA/s200/penghapus+dosa.jpg
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : ” كُلُّ أَمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ” .
أخرجه البخاري  6069 ومسلم 224 .
Dari Salim bin Abdillah, berkata : Aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang berbuat dosa secara terang-terangan. Sesungguhnya termasuk perbuatan menampakkan dosa secara terang-terangan jika seseorang yang berbuat dosa pada malam hari, padahal Allah telah menutupinya, lalu di pagi hari dia mengatakan : wahai fulan, saya tadi malam telah melakukan dosa demikian dan demikian. Allah telah menutupi dosanya pada malam hari namun dia malah membuka penutup Allah pada pagi harinya.” (HR. Bukari : 6069 dan Muslim : 224)

Fawaaid hadits :

Pertama : Kabar gembira bagi umat ini, karena mereka adalah umat yang dimaafkan oleh Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Ini juga menunjukkan besarnya karunia yang Allah berikan kepada umat ini.

Tidak sebagaimana umat-umat sebelumnya, dari kalangan umat nabi Nuh, Shalih, Hud atau Musa ‘alihimmussalam. Ketika mereka durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka Allah menyegerakan adzab bagi mereka di dunia sebelum adzab di akhirat.

Allah ta’ala berfirman :
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Al Ankabut : 40)

Dari Tsauban radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya Allah menggulung bumi untukku sehingga aku bisa melihat timur dan baratnya. Dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai apa yang telah dinampakkan untukku. Aku diberi dua harta simpanan: emas dan perak. Dan sesungguhnya aku meminta Rabb-ku untuk ummatku agar Dia tidak membinasakan mereka dengan kekeringan menyeluruh, agar Dia tidak memberi kuasa musuh untuk menguasai mereka selain diri mereka sendiri sehingga menyerang perkumpulan mereka. Dan sesungguhnya Rabb-ku berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku bila menentukan takdir tidak bisa dirubah, sesungguhnya Aku memberikan untuk umatmu agar mereka tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh dan Aku tidak akan memberi kuasa musuh untuk menyerang mereka selain diri mereka sendiri lalu mereka menyerang perkumpulan mereka, walaupun musuh mengepung mereka dari segala penjurunya, hingga akhirnya sebagian dari mereka (umatmu) membinasakan sebagian lainnya dan saling menawan satu sama lain.” (HR. Muslim : 2889)

Adapun bentuk maaf Allah kepada umat ini di akhirat adalah bahwa mereka tidak akan kekal di dalam neraka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ وَقَالَ شُعْبَةُ أَخْرِجُوا مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنْ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ شَعِيرَةً  , أَخْرِجُوا مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنْ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ بُرَّةً,  أَخْرِجُوا مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنْ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ ذَرَّةً
“Akan keluar dari neraka -sedangkan Syu’bah mengatakan-; ‘Keluarkanlah dari neraka’- orang yang mengucapkan, La Ilaha illa Allah (tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah) sedangkan di dalam hatinya terdapat sebagian dari kebaikan yang setara dengan biji gandum (sya’irah). Keluarkanlah dari neraka orang yang mengucapkan, La Ilaha illa Allah (tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah) sedangkan di dalam hatinya terdapat sebagian dari kebaikan yang setara dengan biji gandum halus (burrah). Keluarkanlah dari neraka orang yang mengucapkan, La Ilaha illa Allah (tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah) sedangkan di dalam hatinya terdapat sebagian dari kebaikan yang setara dengan biji (dzarrah).”
Syu’bah berkata; “Sesuatu yang setara dengan timbangan dzurrah yang ringan.”
(HR. Tirmidzi; dan beliau kemudian berkata: “hadits ini hasan shahih”)

Kedua : Ancaman dan peringatan keras bagi orang yang menampakkan perbuatan maksiat.
Diantara dalil yang menunjukkan hal tersebut selain hadits ini adalah firman Allah ta’ala :
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (An Nuur : 19)

Dalam ayat ini Allah mengancam orang yang punya keinginan bahwa perbuatan maksiatnya tersebar dengan adzab yang pedih di dunia dan di akhirat, bagaimana lagi dengan orang yang telah terang-terangan menampakkan perbuatan maksiatnya ??

Bukankah kerusakan yang ada di bumi disebabkan karena perbuatan maksiat ?!

Allah ta’ala berfirman :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar Ruum : 41)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berkata :
)ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ) بأن النقص في الزروع والثمار بسبب المعاصي
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut” bahwa kekurangan dalam pertanian dan buah-buahan disebabkan karena maksiat.

Abul Aliyah rahimahullah berkata :
وقال أبو العالية: ( من عصى الله في الأرض فقد أفسد في الأرض لأن صلاح الأرض والسماء بالطاعة(
“Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah di bumi maka dia telah berbuat kerusakan di atas muka bumi, karena baiknya bumi dan langit dengan ketaatan.”

Orang yang menampakkan perbuatan maksiat di hadapan orang lain, menunjukkan lemahnya rasa malu yang ada dalam hatinya, padahal malu merupakan akhlaq islam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا ، وَخُلُقُ الإِسْلاَمِ الْحَيَاءُ
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlaq, dan akhlaq islam adalah malu.” (HR. Ibnu Majah)

Bukankah Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita supaya punya rasa malu, terlebih lagi malu kepada Allah ta’ala, Rabb yang telah menciptakan dan memberi segala kenikmatan kepada kita.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:اسْتَحْيُوا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ ، قَالَ : قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللهِ ، إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالْحَمْدُ ِللهِ ، قَالَ : لَيْسَ ذَاكَ ، وَلكِنَّ الاِسْتِحْيَاءَ مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ : أَنْ تَحْفَظَ الرَّاْسَ وَمَا وَعَى ، وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى ، وَلْتَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا ، فَمَنْ فَعَلَ ذلِكَ ، فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Malulah kalian kepada Allah dengan malu yang sebenar-benarnya.” Maka Abdullah bin Mas’ud berkata : Kami para sahabat berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami punya rasa malu, Alhamdulillah. Beliau menjawab : “Bukan demikian itu maksudnya, namun malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu, yaitu : engkau menjaga kepala dan apa yang ada disana, menjaga perut dan apa yang ada disana serta ingatlah akan kematian. Dan barangsiapa menghendaki negeri akhirat maka dia akan meninggalkan gemerlapnya dunia. Barangsiapa yang berbuat demikian maka dia telah malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu.” (HR. Ahmad)

Ketiga : hendaknya kita meminta dan berdo’a kepada Allah supaya Dia menutupi dan memaafkan semua dosa dan kesalahan kita.

Karena diantara nama Allah ta’ala adalah Al Ghafar yang artinya Dzat menutupi dan memaafkan dosa.

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ
“Sesungguhnya (pada hari kiamat) Allah akan mendekatkan seorang mukmin, lalu Allah meletakkan tabir dan menutupinya. Lalu Allah berfirman, “Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah engkau tahu dosa itu?” Dia menjawab, “Ia, betul saya tahu wahai Rabbku.” Hingga ketika Allah telah membuat dia mengakui semua dosanya dan dia mengira dirinya sudah akan binasa, Allah berfirman kepadanya, “Aku telah menutupi dosa-dosa ini di dunia, maka pada hari ini Aku mengampuni dosa-dosamu itu.” Lalu diberikanlah padanya catatan kebaikan-kebaikannya.” (HR. Bukhari : 2261)

Semoga Allah menutupi serta mengampuni segala dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan.

****


Artikel lain:
Aib, Sesuatu yang Seharusnya Ditutupi

Label: Dosa, Hadits, Lain-Lain
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhICBpKN_2RQS7pZe_v9m0sdjLD6JaFQWPxd0ABf0QXHcPGka5HOMRMpqxiSqXjEbQtIy1hC682gvpcf5sWysmqr6i7mVd6oasu25KXGrA4L1j6dFyPExuheP4-Qa9YR1xg2ebn_QqQQmIg/s200/7821-Live_is_green.jpg
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ

“Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan kebinasaan.” Dikatakan kepada beliau, “Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dosa menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina.” (HR. Al-Bukhari no. 2560 dan Muslim no. 129)

Penjelasan:

Ini adalah 7 dosa besar yang membinasakan. Dan sebagaimana dimaklumi bersama bahwa dosa-dosa besar itu tidak terbatas pada 7 amalan ini saja, akan tetapi masih banyak dosa besar lainnya yang tersebut dalam hadits-hadits yang lain. Di antaranya adalah hadits Abi Bakrah radhiallahu ‘anhu dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ

“Apakah kalian mau aku beritahu dosa besar yang paling besar?” Beliau menyatakannya tiga kali. Mereka menjawab: “Mau, wahai Rasulullah”. Maka Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua”. Lalu Beliau duduk dari sebelumnya berbaring kemudian melanjutkan sabdanya: “Ketahuilah, juga ucapan dusta.” (HR. Al-Bukhari no. 2460 dan Muslim no. 126)

Syirik Kepada Allah
Dalam hadits Abu Hurairah di atas, Nabi shallallahu alaihi wasallam memulai penyebutan 7 dosa yang membinasakan dengan menyebutkan syirik kepada Allah karena dia merupakan dosa yang terbesar. Syirik adalah menjadikan tandingan untuk Allah dalam rububiah-Nya, uluhiah-Nya, serta dalam nama-nama dan sifat-sifatNya. Seperti menyerahkan ibadah kepada selain Allah, baik seluruh ibadah maupun sebagian di antaranya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إنه من يشرك بالله فقد حرم عليه الجنة ومأواه النار وما للظالمين من أنصار

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72)

Di antara bentuk syirik akbar adalah ruku’ dan sujud kepada makhluk, baik yang masih hidup apalagi yang telah meninggal. Contoh lain adalah tawaf dan berdiam di kubur orang saleh, bernadzar dan menyembelih untuk makhluk, memohon bantuan dan perlindungan kepada makhluk dalam perkara yang hanya Allah yang bisa memberikannya, seperti dalam hal turunnya hujan, menyembuhkan orang yang sakit, dan semacamnya. Jika seorang hamba melakukan salah satu dari amalan ini dan yang semisalnya maka dia telah terjatuh ke dalam amalan syirik akbar, dan Allah tidak akan mengampuninya jika dia meninggal dalam keadaan belum bertaubat.

Sihir
Semua praktek sihir dan magic sebenarnya sudah termasuk ke dalam kesyirikan. Akan tetapi Allah Ta’ala menyebutkannya secara tersendiri di sini untuk menunjukkan besarnya dosa dari kesyirikan yang satu ini. Hal itu karena sihir bukan hanya merusak pelakunya akan tetapi kebanyakannya juga akan merusak orang-orang yang ada di sekitarnya. Hakikat dari sihir adalah seorang penyihir meminta bantuan dan perlindungan kepada jin-jin kafir untuk melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan manusia biasa, dengan syarat si penyihir tersebut harus menyerahkan ibadah dan taqarrub kepada jin-jin tersebut. Karenanya Allah Ta’ala menjadikan semua bentuk sihir adalah pengajaran dari setan dalam firman-Nya:

ولكن الشياطين كفروا يعلمون الناس السحر

“Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 102)

Ayat di atas juga menunjukkan kafirnya orang yang mempelajari semua bentuk sihir. Hal itu karena Allah Ta’ala menyebutkan salah satu sebab kafirnya setan adalah mengajarkan sihir. Jadi, jika yang mengajarkan sihir itu kafir maka tentunya yang mempelajari sihir itu juga kafir, walaupun dia tidak memanfaatkan sihir itu. Allah Ta’ala juga berfirman:

ولقد علموا لمن اشتراه ماله في الآخرة من خلاق

“Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat.” (QS. Al-Baqarah: 102)

Sisi pendalilannya: Pelaku dosa besar selama dia masih mempunyai iman maka dia pasti masih mendapatkan bagian kebaikan di akhirat. Akan tetapi tatkala penyihir dikatakan tidak mempunyai bagian di akhirat sedikitpun, maka itu menunjukkan mereka tidaklah mempunyai iman dan agama.

Qatadah berkata, “Ahli kitab telah mengetahui pada janji yang telah diambil dari mereka bahwa penyihir tidak mempunyai sedikitpun bagian di akhirat.”

Al-Hasan Al-Bashri berkata menafsirkannya, “Penyihir itu tidak mempunyai agama.”

Dan Imam Ahmad telah menegaskan bahwa siapa saja yang mempelajari atau mengajarkan sihir maka dia telah kafir dengannya.”

Membunuh Tanpa Hak
Dosa yang membinasakan ketiga adalah membunuh jiwa tanpa hak. Allah Ta’ala berfirman:

ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق, ومن قتل مظلوما فقد جعلنا لواليه سلطانا فلا يسرف في القتل إنه كان منصورا

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (QS. Al-Isra`: 33)

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم خالدا فيها وغضب الله عليه ولعنه وأعد له عذابا عظيما

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa`: 93)

Dari Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَنْ يَزَالَ الْمُؤْمِنُ فِي فُسْحَةٍ مِنْ دِينِهِ مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا

“Seorang mukmin masih dalam kelonggaran agamanya selama dia tidak menumpahkan darah haram tanpa alasan yang dihalalkan.” (HR. Al-Bukhari no. 6355)

Di antara membunuh tanpa hak adalah membunuh orang kafir dzimmi, kafir mu’ahad, dan kafir musta`man.

Di antara bentuk membunuh dengan hak 3 jenis pembunuhan yang tersebut dalam hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

“Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada sembahan yang berhak untuk disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali satu dari tiga orang berikut ini: Seorang yang sudah menikah yang berzina, seseorang yang membunuh orang lain, dan orang yang keluar dari agamanya, memisahkan diri dari jama’ah (murtad).” (HR. Al-Bukhari no. 6370 dan Muslim no. 3175)

Memakan Harta Riba
Memakan harta riba dan bergelut dengannya adalah dosa yang sangat besar. Allah Azza wa Jalla berfirman:

الذين يأكلون الربا لا يقومون إلا كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المس ذلك بأنهم قالوا إنما البيع مثل الربا وأحل الله البيع وحرم الربا فمن جاءه موعظة من ربه فانتهى فله ما سلف وأمره إلى الله ومن عاد فأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون , يمحق الله الربا ويربي الصدقات والله لا يحب كل كفار أثيم

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah: 275-276)

Dari Abu Juhaifah radhiallahu anhu dia berkata:

لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَآكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَنَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الْبَغِيِّ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرِينَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah melaknat al-wasyimah (wanita yang mentato) dan al-mustausyimah (wanita yang meminta untuk ditato), orang yang memakan riba, dan orang yang memberi dari hasil riba. Dan beliau juga melarang untuk memakan hasil keuntungan dari anjing, dan pelacur. Kemudian beliau juga melaknat para tukang gambar.” (HR. Al-Bukhari no. 4928)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma dia berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya.” Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (HR. Muslim no. 2995)

Memakan Harta Anak Yatim
Allah Ta’ala berfirman:

إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلما إنما ياكلون في بطونهم نارا وسيصلون سعيرا

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa`: 10)

Ayat di atas tegas menyebutkankan memakan atau menghabiskan harta anak yatim adalah dosa besar. Karenanya Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada anak-anak yatim di dalam firman-Nya:

واعبدوا الله ولاتشركوا به شيئا وبالوالدين احسانا وبذي القربى واليتامى والمساكين

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin.” (QS. An-Nisa`: 36)

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَأَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا

“Aku dan orang-orang yang mengurusi anak yatim dalam surga akan dekat seperti ini.” Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah lalu beliau membuka sedikit di antara keduanya.” (HR. Al-Bukhari no. 4892)

Lari Dari Medan Jihad
Allah Ta’ala berfirman memberikan ancaman

ياأيها الذين آمنوا إذا لقيتم الذين كفروا زحفا فلا تولوهم الأدبار, ومن يولهم يومئذ دبره إلا متحرفا لقتال أو متحيزا إلى فئة فقد باء بغضب من الله ومأواه جهنم وبئس المصير

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al-Anfal: 15-16)

Menuduh Seseorang Berzina Tanpa Saksi
Allah Azza wa Jalla berfirman:

إن الذين يرمون المحصنات الغافلات المؤمنات لعنوا في الدنيا والآخرة ولهم عذاب عظيم , يوم تشهدوا عليهم ألسنتهم وأيديهم وأرجلهم بما كانوا يعملون , يومئذ يوفيهم الله دينهم الحق ويعلمون أن الله هو الحق المبين

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).” (QS. An-Nur: 23-25)

Allah Ta’ala juga berfirman:

والذين يرمون المحصنات ثم لم يأتوا بأربعة شهداء فاجلدوهم ثمانين جلدة ولا تقبلوا لهم شهادة أبدا, وأولئك هم الفاسقون, إلا الذين تابوا من بعد ذلك وأصلحوا فإن الله غفور رحيم

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 4-5)
________________



Label: Dosa
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig3xLmGol-kAkLruwPc258GkIWJvhO2k5LZ4PvuFQYXqBfsteQ34M-1VkvG05tuLUTtouBzOUv-aU-d7g88doTz322sIeUFIWp97ar_DIQhfBmPhBkQGwKWUqguJZJUm3ipVKLcjh6dVg/s200/taubat_istighfar.jpg
Kita selalu butuh akan ampunan Allah karena kita adalah hamba yang tidak bisa lepas dari dosa. Dosa ini bisa gugur dengan taubat dan ucapan istighfar. Terlihat kedua amalan ini sama. Namun ada sedikit perbedaan mendasar yang perlu dipahami. Taubat lebih sempurna dan di dalamnya terdapat istighfar. Namun istighfar yang sempurna adalah jika diiringi dengan taubat.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah- menjelaskan,

Taubat berarti,
الندم على الماضي والإقلاع منه والعزيمة أن لا يعود فيه

“Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.” Inilah yang disebut taubat.

Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii” (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah”  (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).

Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan  mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat. Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTUtiKZfI42-pUvzbkjI1ZIU8vG1Fthb9hSvSZjqvrj-VEInFcSpmpM4E_Bg7dd0URZkqENb2WiWpdsVeg8dPYW8nH7cXwcXX_WoSRH1jBM3H9JJk22Efl3HvjmX_Rncw4LH2rLFvGzA8/s200/385451_3624663697654_801677501_n.jpgوَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ , أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imran: 135-136).

Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut. Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar.

[
Sumber Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz]
Ya Allah, terimalah taubat kami dan tutupilah setiap dosa kami dengan istighfar.


Selepas shalat Shubuh @ Dammam, KSA, Jum’at-20 Jumadats Tsaniyah 1433

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KULIAH KERJA LAPANGAN

persembahan skrifsiku